Konsisten Dalam Kebaikan
KONSISTEN DALAM KEBAIKAN
Setiap muslim mencintai kebaikan dan menyukai perbuatan ma’ruf. Akan tetapi tidak semua muslim mempunyai motivasi agar terus menerus mencari pintu-pintu kebajikan dan jalan-jalan ibadah, di mana ia tidak meninggalkan celah yang kosong dari kebaikan yang bisa dilakukan kecuali ia menutupinya, celah yang kecil atau besar, yang agung atau yang hina.
Kita akan menemukan dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu banyak perbuatan-perbuatan ma’ruf yang menantikan orang-orang yang menginginkan pahala dan memikirkan perkara saudara-saudara mereka dari kaum mukminin, seperti sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ, وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ, وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ…
“Barangsiapa yang menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghilangkan darinya kesusahan di hari kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan kepada seorang miskin maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya seagama….”[1]
Dan tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan gambaran sedekah seorang hamba terhadap dirinya sendiri setiap hari yang terbit matahari pada hari itu, beliau menyebutkan gambaran sosial yang positif bagi seorang muslim, di antaranya adalah: …menyuruh yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, menyingkirkan duri dari jalanan umum, tulang dan batu, menunjukkan jalan kepada orang buta, memberikan pengertian kepada orang yang tuli dan bisu sampai ia mengerti, menunjukkan kepada yang bertanya terhadap kebutuhannya dan engkau ketahui tempatnya,…”[2]
Dan dalam riwayat yang lain:
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ, فَإِنْ يَجِدْ فَيَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ. فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَيُعِيْنُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوْفِ. فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَيَأْمُرُ بِاْلخَيْرِ. فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَيُمْسِكُ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ.
“Setiap muslim harus bersedekah, jika ia tidak mendapatkan maka ia bekerja dengan tangannya, lalu ia memberi manfaat kepada dirinya dan bersedekah. Jika ia tidak mampu, maka ia menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Jika ia tidak melakukan, maka ia menyuruh berbuat kebaikan. Jika ia tidak melakukan, maka ia menahan diri dari perbuatan jahat, maka sesungguhnya ia menjadi sedekah baginya.[3]
Ini adalah derajat seorang muslim yang paling rendah dan sekurang-kurangnya yang bisa diperkirakan. Maka apabila tidak terbersit dalam jiwanya untuk melakukan kebaikan dan tidak segera melakukan yang ma’ruf, maka tidak ada yang lebih rendah daripada menyuruh berbuat baik. Dan jika semua itu tidak bisa dilakukan, maka hendaklah ia menjamin dirinya bahwa tidak terjerumus dalam kejahatan dan menahan diri dari menyakiti orang lain.
Dasar dalam diri seorang muslim adalah berusaha mendapatkan derajat yang tinggi, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling berguna bagi orang lain.”[4]
Manusia yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah yang paling berguna bagi orang lain, dan amal yang paling disukai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah perasaan senang yang engkau berikan kepada seorang muslim, atau menghilangkan kesusahan darinya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa lapar darinya. Sungguh aku berjalan bersama saudara sesama muslim dalam menunaikan hajat lebih kusukai daripada aku i’tikaf di dalam masjid selama satu bulan…. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya sesama muslim dalam menunaikan hajat sehingga ia menunaikannya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan kakinya di hari kiamat, dan sesungguhnya akhlak yang jahat merusak amal ibadah sebagaimana cuka merusak madu.”[5]
Pemahaman melakukan kebaikan ini banyak dilupakan oleh orang-orang shaleh yang banyak melakukan zikir, i’tikaf, membaca al-Qur`an, puasa, dan shalat malam, akan tetapi semangat mereka terputus dalam menunaikan kebutuhan makhluk dan berusaha melakukan yang terbaik untuk kaum muslimin. Dalam pandangan sebagian orang, hal seperti ini dipandang sebelah mata. Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَتَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلق
“Janganlah sedikitpun engkau meremehkan perbuatan ma’ruf, walaupun engkau hanya menemui saudaramu dengan muka berseri.”[6]
Dan dalam satu riwayat:
لاَتَسُبَّنَّ أَحَدًا وَلاَتَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهَكَ, إِنَّ ذلِكَ مِنَ الْمَعْرُوْفِ.
“Janganlah engkau mencela seseorang, janganlah sedikitpun engkau meremehkan perbuatan ma’ruf, sekalipun engkau hanya berbicara dengan saudaramu dengan muka berseri, sesungguhnya hal itu termasuk perbuatan ma’ruf.”[7]
Dan dalam riwayat yang lain:
لاَيَحْقِرَنَّ أَحَدُكُمْ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوْفِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَلْقَ أَخَاهُ بِوَجْهٍ طَلْقٍ, وَإِذَا اشْتَرَيْتَ لَحْمًا أَوْ طَبَخْتَ قدْرًا فَأَكْثِرْ مَرقتَهُ وَاغْرِفْ مِنْهُ لِجَارِكَ.
“Janganlah seseorang darimu meremehkan perbuatan ma’ruf, maka jika ia tidak mendapatkan, maka hendaklah ia menemui saudaranya dengan muka berseri. Dan apabila engkau membeli daging atau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, dan berikanlah kepada tetanggamu.”[8]
Adakah yang lebih besar dari pada menghilangkan duka cita di hati seorang muslim dan menggantikannya dengan perasaan senang dan gembira, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ اْلأَعْمَالِ أَنْ تُدْخِلَ عَلَى أَخِيْكَ الْمُؤْمِنِ سُرُوْرًا أَوْ تَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا أَوْ تُطْعِمُهُ خُبْزًا
Amal yang paling utama adalah bahwa engkau memasukkan rasa senang kepada saudaramu yang beriman, atau membayarkan hutangnya, atau memberinya roti.”[9]
Seorang mukmin yang memperhatikan keadaan saudara-saudaranya yang berjihad, keluarga mereka, dan orang-orang yang tidak mampu, dengan amal ini ia juga mendapat pahala orang-orang berjihad dan beribadah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
السَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ أَوِ الْقَائِمِ اللَّيْلِ الصَّائِمِ النَّهَارِ
“Orang yang berusaha untuk para janda dan orang miskin seperti orang yang berjijad fi sabilillah atau shalat di malam hari serta berpuasa di siang hari.”[10]
Bahkan, ada amal perbuatan yang nampak mudah dan kecil dalam pandangan manusia, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan pahala baginya yang mendorong semangat untuk melakukan ma’ruf dan tidak mengendorkan semangat untuk memberikan pelayanan kepada kaum muslimin, seperti yang diriwayatkan dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
نَزَعَ رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ غُصْنَ شَوْكٍ عَنِ الطَّرِيْقِ, إِمَّا كَانَ مِنْ شَجَرَةٍ مُقَطَّعَةٍ فَأَلْقَاهُ إِمَّا كَانَ مَوْضُوْعًا فَأَمَاطَهُ, فَشَكَرَ اللهُ لَهُ بِهَا فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
“Seorang laki-laki yang tidak pernah melakukan kebaikan mengambil duri dari jalanan. Bisa jadi berasal dari pohon yang terpotong lalu ia melemparkannya, bisa jadi diletakkan lalu ia menyingkirkannya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala membalasnya dan memasukkannya ke dalam sorga.”[11]
Dan orang yang selalu melakukan perbuatan ma’ruf dan serius atasnya mendapat penjagaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ditentukan dari-Nya dengan kesudahan yang baik (husnul khatimah) dan terjaga dari kematian yang buruk di dunia, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَلَيْكُمْ بِاصْطِنَاعِ الْمَعْرُوْفِ فَإِنَّهُ يَمْنَعُ مَصَارِعَ السُّوْءِ…
“Kamu harus melakukan kebaikan, maka sesungguhnya ia menghalangi kematian yang buruk…”[12]
Kesimpulan:
- Semua manusia sepakat dalam mencintai kebaikan, dan saling berbeda dalam menekuninya.
- Di antara gambaran perbuatan ma’ruf:
- Mementingkan urusan kaum muslimin.
- Mendahulukan pelayanan sosial.
- Makan dari hasil kerja sendiri.
- Menahan diri dari kejahatan.
- Larangan meremehkan sebagian perbuatan ma’ruf.
- Di antara perbuatan ma’ruf yang terbesar adalah menghilangkan duka cita dan memberikan rasa senang.
- Gambaran kecil dalam perbuatan ma’ruf sedangkan pahalanya besar.
- Orang yang selalu melakukan perbuatan ma’ruf akan mendapatkan husnul khatimah.
[Disalin dari المداومة على فعل المعروف Penulis : Mahmud Muhammad al-Khazandar, Penerjemah : Team Indonesia Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2008 – 1429]
_______
Footnote
[1] Shahih al-Jami’, no. 6577 (Shahih).
[2] Shahih al-Jami’ no. 4038 (Shahih).
[3] Shahih al-Jami’ no. 4037 (Shahih).
[4] Shahih al-Jami’ no. 3289 (Hasan).
[5] Shahih al-Jami’ no. 176 (Hasan).
[6] Shahih al-Jami’ no. 7245 (Shahih).
[7] Shahih al-Jami’ no. 7309 (Shahih).
[8] Shahih al-Jami’ no. 7634 (Shahih).
[9] Shahih al-Jami no. 1096 (Hasan)
[10] Shahih al-Jami’ no. 3680 (Shahih).
[11] Shahih al-Jami’ no. 6755 (Hasan).
[12] Shahih al-Jami’ no. 4052 (Shahih).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/94346-konsisten-dalam-kebaikan.html